Nah, di posting sebelumnya, kita sudah simak bagaimana Allah menawarkan sebuah perniagaan yang tidak akan merugi, alias untung terus. Ya, perniagaan dengan Tuhan itulah perniagaan yang tidak akan merugi.
Bagaimana perniagaan dengan Allah itu?
Modal perniagaan dengan Allah itu adalah iman, keyakinan yang tidak dicelah oleh sembarang keraguan sedikit pun. Bagaimana mau yakin? Tentunya kita perlu kenal Allah terlebih dahulu. Setelah kenal, barulah timbul perasaan cinta. Bila sudah cinta, maka akan ada rasa takut akan hilangnya perasaan cinta. Bila sudah cinta, perasaan takut kehilangan yang dicintainya akan menguasai diri. Itulah sebesar-besarnya modal perniagaan dengan Allah.
Bila sudah ada modal, barulah perniagaan dengan Allah bisa dibuat dalam tindakan nyata. Yaitu dengan JIHAD menggunakan HARTA dan JIWA. Jihad maksudnya berjuang dengan kesungguhan. Barang siapa berjuang dengan sungguh2 menuju jalan Allah, maka Allah akan tunjukkan jalan-jalannya.
Tanpa modal cinta dan takut Allah, harta yang disedekahkan hanya akan menjadi amal riya. Sholat yg dikerjakan menjadi sholat bangkai, sholat yang lalai dari mengingat Allah. Tenaga yg dicurahkan untuk membangun Islam, akan menjadi sia2. Jadilah perniagaan yang merugi.
Perasaan cinta dan takut Allah itulah sejatinya modal perniagaan dengan Allah. Coba kita simak kembali kisah perniagaan Sayidina Ali dengan Allah:
Pada suatu hari, saat pulang ke rumah, Sayidina Ali
menemui istrinya Fatimah dan berkata, “Adakah makanan untuk hari ini?” Istrinya
menjawab, “Kita tidak memiliki makanan, yang ada hanyalah uang 6 dirham untuk
persediaan makan Hasan dan Husain”.
menemui istrinya Fatimah dan berkata, “Adakah makanan untuk hari ini?” Istrinya
menjawab, “Kita tidak memiliki makanan, yang ada hanyalah uang 6 dirham untuk
persediaan makan Hasan dan Husain”.
Sayidina Ali lantas berkata “Berikanlah uang itu kepada saya dan biarkan saya yang
membelikan makanannya”.
membelikan makanannya”.
Setelah percakapan ini, sayidina Ali lantas pamit keluar rumah untuk membeli makanan. Di tengah jalan, sayidina Ali bertemu dengan seseorang dan menegurnya, “Wahai Ali, adakah orang yang mau meminjamkan uang kepada saya karena Allah?”. Ali langsung
menjawab “Ada, dan akulah orangnya”. Maka, dikasihlah uang 6 dirham oleh Sayidina Ali kepada orang itu.
menjawab “Ada, dan akulah orangnya”. Maka, dikasihlah uang 6 dirham oleh Sayidina Ali kepada orang itu.
Karena semua uang telah diberikan kepada orang itu, maka sayidina Alipun tidak jadi
berbelanja, dan ia pulang kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ditanya
sama sang istri, “Wahai Ali, manakah makanan yang engkau beli?”. Sayidina Ali menjawab,
“Aku tidak jadi membeli makanan, karena semua uang telah aku berikan kepada
seseorang yang lebih membutuhkan”.
berbelanja, dan ia pulang kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ditanya
sama sang istri, “Wahai Ali, manakah makanan yang engkau beli?”. Sayidina Ali menjawab,
“Aku tidak jadi membeli makanan, karena semua uang telah aku berikan kepada
seseorang yang lebih membutuhkan”.
Mendengar jawaban ini, Fatimah menyambut
gembira dan senang karena telah memberikan harta kepada yang membutuhkan
walaupun harta itu sangat dibutuhkannya buat kepentingan keluarga. Setelah
kejadian ini, sayidina Ali meminta izin istrinya menemui Rosululloh SAW untuk
‘berkonsultasi’ dan menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Maka, pergilah sayidina Ali untuk menemui Rosululloh SAW.
gembira dan senang karena telah memberikan harta kepada yang membutuhkan
walaupun harta itu sangat dibutuhkannya buat kepentingan keluarga. Setelah
kejadian ini, sayidina Ali meminta izin istrinya menemui Rosululloh SAW untuk
‘berkonsultasi’ dan menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Maka, pergilah sayidina Ali untuk menemui Rosululloh SAW.
Di tengah perjalanan, sayidina Ali bertemu seseorang yang membawa seekor unta. Berkata orang itu, “Wahai ali, hendak ke mana engkau?”, sayidina Ali menjawab “Aku hendak berkunjung ke rumah Rosululloh SAW”. “Belilah untaku 100 dirham, karena aku
tidak punya uang?, tawar orang itu. Sayidina Ali menjawab,”Aku tidak punya uang sama
sekali”. Orang itu menawarkan kembali, “Tidak apa-apa, juallah unta ini selakunya,
engkau bisa bayar belakangan setelah laku”.
tidak punya uang?, tawar orang itu. Sayidina Ali menjawab,”Aku tidak punya uang sama
sekali”. Orang itu menawarkan kembali, “Tidak apa-apa, juallah unta ini selakunya,
engkau bisa bayar belakangan setelah laku”.
Sayidina Ali pun sepakat atas tawaran itu, lantas kembali lagi ke rumah untuk mengikatkan unta sebelum pergi lagi menemui Rosululloh SAW. Dalam perjalanan pulang ke rumah, Ali menemui seseorang dan menegurnya, “Wahai Ali? Mau diapakan unta itu?, “Aku mau menjualnya”, jawab Ali. Orang itu berkata lagi, “Untanya sungguh sangat bagus, saya berminat membelinya seharga 300 dirham”.
Singkat cerita,terjadilah transaksi jual beli unta antara Ali dan orang itu, lalu Ali pulang ke rumah
membawa uang 300 dirham.
membawa uang 300 dirham.
Setibanya di rumah, sang istri bertanya, “Ada apa denganmu wahai Ali, kelihatnya
engkau sangat gembira sekali?” Ali pun menceritakan kejadian yang baru
dialaminya itu dan menunjukkan keuntungan 200 dirham dari transaksi jual beli
unta itu. Maka, dititipkanlah uang 200 dirham kepada istrinya dan Ali membawa
100 dirham untuk kembali pergi membayar utang sekaligus menemui Rosululloh
SAW.
Berangkatlah Ali ke rumah Rosululloh SAW untuk menemui dan menceritakan
semua kejadian yang baru dialaminya. Setibanya di rumah Rosululloh SAW dan
bertemu dengannya Rosululloh SAW berkata,” Wahai Ali, engkau datang kemari,
tentu ada sesuatu yang perlu disampaikan. Siapakah yang mau duluan
menyampaikan, aku atau engkau?. Mendapat pertanyaan itu, Ali lantas menjawab,
“Silahkan wahai Rosululloh SAW, engkau dulu yang menyampaikan sesuatu”.
Melalui wahyu yang diterimanya, Rosululloh SAW berkata “Wahai Ali, tahukah
engkau, siapakah orang yang menjual dan membeli unta itu?. Ali menjawab,
‘Tidak”. Rasulullah SAW berkata lebih lanjut, “Orang yang menjual untuk itu adalah
malaikat Jibril, sedangkan yang membelinya adalah malaikat Mikail”. Dengan
penasaran Ali bertanya kembali, “Lantas kepada siapakah saya harus membayar
utang 100 dirham?” Nabi menjawab,” Itu semua rizkimu, karena keikhlasanmu
mengeluarkan sedekah ”.
semua kejadian yang baru dialaminya. Setibanya di rumah Rosululloh SAW dan
bertemu dengannya Rosululloh SAW berkata,” Wahai Ali, engkau datang kemari,
tentu ada sesuatu yang perlu disampaikan. Siapakah yang mau duluan
menyampaikan, aku atau engkau?. Mendapat pertanyaan itu, Ali lantas menjawab,
“Silahkan wahai Rosululloh SAW, engkau dulu yang menyampaikan sesuatu”.
Melalui wahyu yang diterimanya, Rosululloh SAW berkata “Wahai Ali, tahukah
engkau, siapakah orang yang menjual dan membeli unta itu?. Ali menjawab,
‘Tidak”. Rasulullah SAW berkata lebih lanjut, “Orang yang menjual untuk itu adalah
malaikat Jibril, sedangkan yang membelinya adalah malaikat Mikail”. Dengan
penasaran Ali bertanya kembali, “Lantas kepada siapakah saya harus membayar
utang 100 dirham?” Nabi menjawab,” Itu semua rizkimu, karena keikhlasanmu
mengeluarkan sedekah ”.
No comments:
Post a Comment