Thursday, October 31, 2013
Mukmin itu Khusyuk Sholatnya
Wednesday, October 30, 2013
Memburu Cinta
Katakanlah: "jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah LEBIH KAMU CINTAI dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.
Cinta Allah wajib menjadi sebesar-besarnya cinta yang bersemayam dalam hati anak manusia. Allah tak perkenankan ada cinta lain melebihi cinta kepada Allah dan utusan Allah.
Kalau begitu, cinta Allah ini wajib diburu!
Seorang pemburu, rela masuk hutan. Mengendap-endap mengintai buruannya. Bersusah2 tidur diatas pohon. Rela berjaga malam menanti buruan.
Kesusahan demi kesulitan dijalani demi mendapatkan hasil buruan. Itulah hakikat sebuah perburuan. demikian juga dalam memburu cinta Allah. Bermacam kesusahan perlu dijalani. Malam2 berjaga untuk berbual2 dengan kekasih yang diburu cintanya. Harta dikorbankan, perasaan dikorbankan, waktu istirahat digadaikan.
Sepatutnya begitu.... tapi ada musuh dalam diri yg tidak suka bila hati mendapatkan buruannya. Ada yg berusaha sepenuh waktu dan segenap tenaga untuk menggagalkan hati mendapatkan cinta Allah. Dialah nafsu yang senantiasa mengajak kepada kejahatan. Juga syaiton yang senantiasa menghembuskan keraguan demi keraguan.
Allahu Akbar
Allahu Akbar, Allah Maha Agung.
Lafadz ini Allah pilih untuk memanggil hamba2Nya menghadap Dia 5 kali sehari. Diseru hamba-hambaNya dengan namaNya yang Agung supaya hamba terasa kerdil, lemah, dan tiada kuasa apa2 dihadapanNya.
Hamba yang taat, menyahut seruan itu dengan menghadap Tuhan dalam prosesi sembahyang yang agung. Dalam sholat itu pula, dimulai dengan mengangkat tangan dan menyeru Allahu Akbar, Allah Maha Agung. Sepatutnya terasa kehebatan Allah, keagungan Allah, kewujudan Allah, rasa diawasi oleh Kuasa Agung, dari rasa2 bertuhan itu hadirkan juga rasa hamba. Rasa tak mampu, rasa harap, rasa bergantung hanya pada Dzat Yang Agung.
Sepatutnya, selesai sholat diri ini terasa begitu dzalim. Mulut membesarkan Allah, mengagungkan Allah, tetapi perasaan membesarkan diri. Diri rasa megah, rasa hebat, rasa mampu, rasa pandai, rasa jago, rasa berkuasa....oh dzalimnya hamba.
Mari simak nasehat Tuhan melalui firmanNya:
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5. janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin.
8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).”
(at-Takaatsur: 1-8)
Hidung Mampet
Mengalami yang namanya hidung mampet bin tersumbat tentu tidak mengenakkan. Susah bernafas. Sekian lama hidung lancar dalam mengambil udara rupanya jarang disyukuri, atau malah hampir tak pernah disyukuri?
Sepatutnya, memikirkan nikmat menghirup udara yang gratis dari Allah ini dapat mendatangkan perasaan cinta kepada Allah. Namun, akal yang mengingat amat sangat lemah. Ingatan kepada Allah akan sirna bila berpikir yang lain.
Para Sahabat, hasil didikan rohani dari Rasulullah, sampai merasakan bahwa ketika menghirup nafas merasa belum tentu dapat menghembuskannya kembali. Atau sebaliknya, bila menghembuskan nafas, merasa belum tentu dapat menarik nafas kembali. Jenuh akal berpikir, jadi memang harus pakai ilmu rasa.
Pendidikan akhir zaman, banyak menekankan pengunaan akal. Ilmu rasa ini hampir tidak pernah dilatih. Sedangkan nafsu tidak juga dikekang. Alhasil, akal jadi diperbudak oleh nafsu. Akal yg makin pandai, makin pandai pula buat maksiat. 1001 cara maksiat bisa dipikirkan. Jerat hukum dunia pun diakali nya. Memang sih bisa lolos di dunia, tapi bagaimana bisa lepas dari pantauan Tuhan yang Maha Mengawasi?
Rasa diawasi inilah yg perlu dipupuk dan disuburkan.
Tuesday, October 29, 2013
Gentar Dengan Allah Melalui Mengingat Kematian
Perniagaan Dengan Tuhan (3)
Perniagaan Dengan Tuhan (2)
menemui istrinya Fatimah dan berkata, “Adakah makanan untuk hari ini?” Istrinya
menjawab, “Kita tidak memiliki makanan, yang ada hanyalah uang 6 dirham untuk
persediaan makan Hasan dan Husain”.
membelikan makanannya”.
menjawab “Ada, dan akulah orangnya”. Maka, dikasihlah uang 6 dirham oleh Sayidina Ali kepada orang itu.
berbelanja, dan ia pulang kembali ke rumahnya. Sesampainya di rumah, ditanya
sama sang istri, “Wahai Ali, manakah makanan yang engkau beli?”. Sayidina Ali menjawab,
“Aku tidak jadi membeli makanan, karena semua uang telah aku berikan kepada
seseorang yang lebih membutuhkan”.
gembira dan senang karena telah memberikan harta kepada yang membutuhkan
walaupun harta itu sangat dibutuhkannya buat kepentingan keluarga. Setelah
kejadian ini, sayidina Ali meminta izin istrinya menemui Rosululloh SAW untuk
‘berkonsultasi’ dan menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Maka, pergilah sayidina Ali untuk menemui Rosululloh SAW.
tidak punya uang?, tawar orang itu. Sayidina Ali menjawab,”Aku tidak punya uang sama
sekali”. Orang itu menawarkan kembali, “Tidak apa-apa, juallah unta ini selakunya,
engkau bisa bayar belakangan setelah laku”.
membawa uang 300 dirham.
Setibanya di rumah, sang istri bertanya, “Ada apa denganmu wahai Ali, kelihatnya
engkau sangat gembira sekali?” Ali pun menceritakan kejadian yang baru
dialaminya itu dan menunjukkan keuntungan 200 dirham dari transaksi jual beli
unta itu. Maka, dititipkanlah uang 200 dirham kepada istrinya dan Ali membawa
100 dirham untuk kembali pergi membayar utang sekaligus menemui Rosululloh
SAW.
semua kejadian yang baru dialaminya. Setibanya di rumah Rosululloh SAW dan
bertemu dengannya Rosululloh SAW berkata,” Wahai Ali, engkau datang kemari,
tentu ada sesuatu yang perlu disampaikan. Siapakah yang mau duluan
menyampaikan, aku atau engkau?. Mendapat pertanyaan itu, Ali lantas menjawab,
“Silahkan wahai Rosululloh SAW, engkau dulu yang menyampaikan sesuatu”.
Melalui wahyu yang diterimanya, Rosululloh SAW berkata “Wahai Ali, tahukah
engkau, siapakah orang yang menjual dan membeli unta itu?. Ali menjawab,
‘Tidak”. Rasulullah SAW berkata lebih lanjut, “Orang yang menjual untuk itu adalah
malaikat Jibril, sedangkan yang membelinya adalah malaikat Mikail”. Dengan
penasaran Ali bertanya kembali, “Lantas kepada siapakah saya harus membayar
utang 100 dirham?” Nabi menjawab,” Itu semua rizkimu, karena keikhlasanmu
mengeluarkan sedekah ”.