Wednesday, August 20, 2014

Riset Jajanan Sehat Murah dan Berkah

Sudah seminggu lebih saya membuat riset kecil-kecilan. Riset mengenai olahan bahan jajanan yang murah, bergizi dan tersedia bahan bakunya di pasar Babakan Madang. Murah sudah tentu jadi pertimbangan utama. Bergizi jelas faktor kedua yang penting. Ketersediaan bahan di pasar yang dekat rumah tentu yang terpenting. Kalau ambil di pasar yang jauh, aspek murah jelas ngak akan terpenuhi.

Dah lama ada ide ini, hanya saja baru semingguan ini bisa direalisasikan.

Mulailah riset dengan mensurvey harga ubi jalar dan pisang. Taraa...ubi jalar bisa didapat dengan harga 3rb sekilo dan pisang bisa dapat 4rb sesisir. Pisang cari yang sudah hampir hitam. Manisnya maksimal dan penambahan gula tebu bisa diminimalkan.

Harga tepung terigu yg bogasari sudah 9rb sekilo, tepung beras rosebrand 13rb sekilo.

Hasil minggu lalu:

Brownis pisang kukus. Pisangnya dah manis banget, pake 3 sisir pisang buat 1kg terigu. Tambahan gula pasir 125g + susu kental manis 1/4 kaleng. Modal bahan 25rb bisa jadi 48 potong.




Hari ini:

Tadi pagi mencoba mencampurkan ubi jalar dengan terigu perbandingan 1:1, pakai resep donat.

500g terigu, 500g ubi jalar. Modal bahan 12rb jadi 20 biji.


Bersambung...

Monday, August 18, 2014

Problematika Tempat Tinggal

Tempat tinggal adalah keperluan asas, selain makan minum dan pakaian. Pembangunan rumah sehat yang terjangkau buat masyarakat bawah perlu mendapat perhatian khusus. Kalaupun tidak untuk dijual, setidaknya pembangunan rumah2 sewa dengan harga yang terjangkau perlu dipikirkan juga.

Kadang miris kita lihat rumah2 sewa harga 500rb/bulan kondisinya sangat buruk sirkulasi udara dan pencahayaannya.

Semoga Tuhan beri kesabaran mereka yang belum mendapatkan tempat tinggal yang layak. Semoga Tuhan selesaikan masalah kesenjangan sosial ini.

****************************************

http://m.kompas.com/properti/read/2014/08/18/092644321/.Kalau.Belum.Punya

"Kalau Belum Punya Rumah, Belum Merdeka"

Senin, 18 Agustus 2014 | 09:26 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Potret ironi masih terjadi di negeri ini. Meski sudah 69 tahun usia Indonesia, namun angka defisit rumah masih tinggi yakni telah mencapai sekitar 15 juta unit. Ini artinya 15 juta keluarga belum memiliki rumah.

Dua di antara keluarga yang belum memiliki rumah tersebut adalah tenaga kebersihan dan penyapu jalan, Hasyim, dan Maryati.

Hasyim, pekerja serabutan yang tinggal di Desa Nagrak, Gunung Putri, Bogor, hingga kini masih tinggal di rumah kontrakan berbentuk bedeng. Dia menyewa rumah yang hanya sepelemparan batu dengan Puri Cikeas, kediaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, itu senilai Rp 700.000 per bulan.

"Saya nggak mampu beli rumah. Harganya sudah sangat tinggi. Di sekitar sini, untuk tipe 21 saja sekitar Rp 250 juta sampai Rp 350 juta. Sementara penghasilan saya setiap bulan tak tentu, kadang dapat, kadang tidak," urai pria dengan dua putra dan satu putri ini.

Meski demikian, Hasyim tak pantang menyerah. Dia terus berusaha mengumpulkan dana untuk mendapatkan rumah impian. Selain kerja serabutan, Hasyim juga menjadi tenaga kebersihan taman di perumahan elit Kota Wisata, dan terkadang nyambi di Perumahan Cibubur Country.

"Saya kerja apa saja dijalanin, asal halal. Walaupun upahnya sehari cuma Rp 40.000 untuk nyapu-nyapu jalan proyek (perumahan, red)," imbuhnya.

Demikian halnya dengan Maryati, atau karib disapa emak. Perempuan paruh baya ini sudah bekerja sebagai tenaga penyapu dan tenaga kebersihan di Perumahan Kota Wisata sejak 14 tahun silam.

"Alhamdulillah masih dapat kerjaan. Jadi, masih bisa makan dan nyekolahin anak," kata Emak kepada Kompas.com, Senin (18/8/2014).

Emak dan Hasyim hanyalah dua dari sekian banyak pekerja penyapu jalan dan taman kompleks-kompleks perumahan elite yang belum memiliki rumah. Namun, mereka pantang menyerah dan terus berusaha untuk dapat membeli tempat bernaung.

Lantas apa arti kemerdekaan buat mereka?

"Kalau belum punya rumah ya belum merdeka atuh. Masih ngutang sana-sini, nggak bisa beli gedong-gedong ya nggak merdeka," kata Emak dengan logat Sunda yang kental.

Setiap hari, Emak dan empat orang tenaga penyapu dan kebersihan lainnya harus menangani  sekitar 300 rumah dalam satu klaster. Emak bertugas di klaster Montreal. Dari pekerjaannya ini, Emak mendapat penghasilan sekitar Rp 1 juta per bulan atau Rp 38.461 per hari.

Untuk bisa menyiasati kebutuhan ekstra atau tak terduga, Emak juga nyambi menjadi tukang cuci dan setrika di rumah-rumah klaster yang sama. Dia mendapat upah sekitar Rp 300.000 untuk 15 hari atas jasanya ini.

"Uang segitu nggak cukup. Harga-harga udah pada naik. Sebentar lagi, sewa rumah naik, karena katanya listrik juga naik. Tapi, mau gimana lagi?  Harus cukup buat sebulan," tandas Emak yang tinggal tepat di rumah bedeng di belakang klaster Amerika, Kota Wisata.

Dia menyewa rumah bedeng tersebut Rp 500.000 per bulan. Jadi, dengan penghasilan hanya Rp 1 juta per bulan, Emak harus bisa mengatur pengeluaran seketat mungkin.

Jadi, bagaimana mereka bisa membeli rumah, jika penghasilan hanya berjalan seperti deret hitung, sementara harga rumah melejit mengikuti deret ukur. Asal tahu saja, harga rumah terendah di kompleks Kota Wisata yang setiap hari mereka bersihkan sudah mencapai Rp 1,3 miliar per unit. Sementara di perumahan lainnya sekitar Rp 450 juta untuk tipe 36/72.

Impian kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) seperti mereka untuk mendapatkan rumah tampaknya bakal semakin jauh dari kenyataan. Pasalnya, Kementerian Perumahan rakyat (Kemenpera) bakal menghentikan bantuan kredit kepemilikan rumah (KPR) dengan skema bantuan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahaan (FLPP) untuk rumah tapak pada  Maret 2015.

Menurut Ketua DPD APERSI DKI Jakarta, Ari Tri Priyono, pencabutan subsidi tersebut akan semakin membuat kalangan MBR jauh dari "merdeka" dan tetap terjajah impian membeli rumah.

"Keputusan Menpera itu keliru. Tidak memerdekakan rakyat. Subsidi harusnya tidak perlu dicabut. Itu hanya akan membuat kalangan MBR semakin jauh mendapatkan mimpinya," tandas Ari.

Kondisi semakin diperparah, kata Ari, saat Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan loan to value (LTV) yang sangat memukul pengembang kecil. "LTV ini yang membuat omset kita anjlok. Kita harus menyiasati untuk membantu masyarakat beli rumah dengan sejumlah kreativitas, agar produk-produk kita terserap pasar," tambah Ari. 

Thursday, August 14, 2014

Tetamu yang Mengingatkan Untuk Membenarkan Agama

Siang ini saya cukup tersentuh dengan tetamu yang datang ke Cafe Ikhwan. Guru saya mengajarkan bahwa siapapun yang datang ke Cafe adalah tetamu, BUKAN PELANGGAN, BUKAN PEMBELI. Layan mereka seperti melayan tetamu. Kalau pelanggan atau pembeli, tentu yang pengen kita dapatkan adalah uang mereka. Kita jual, mereka beli.

Tetamu tentu lain. Tetamu wajib dilayan. Bahkan bila mereka makan ngak bayar sekalipun, namanya tetamu ya ngak apa-apa. Nanti kita minta pada Allah untuk modalnya lagi. Bukankah Allah yang mewajibkan melayan tetamu? Tentu Allah yang akan cukupkan keperluan dalam melayan tetamu. Niat buka Cafe, rumah makan, menyediakan makanan buat tetamu. Khidmat pada tetamu yang perlu makan.

Kembali kepada tetamu yang datang makan siang tadi. Setelah basa basi, saya tanya, "mau makan apa mas?". "kalau 7rb dapat apa ya? Soalnya uangnya habis" tanya tetamu.

Deg....terkejut saya dengan pertanyaan dia. Pertanyaan yang tidak biasa. Biasanya orang datang tanya, kalau pake ini pake itu berapa tapi mungkin karena duit dah pas-pasan nanyanya kalao uang segini dapat apa?.

Saya pun menimpali, "Insya Allah nanti uangnya datang lagi :)". "silahkan ambil aja sendiri lauk ama sayur capcay tu, ada tongkol ambil aja"

Sembari pulang, dia keluarkan uang 7rb dari kantongnya. Saya terima dengan teriring doa dalam hati, semoga Allah mudahkan segala urusannya, lancarkan rezekinya, berkahi segala usahanya.

Saya pun merenung, sebelum tugas di Cafe ini, saya jarang berpikir untuk memberi makan orang miskin. Apalagi menganjurkan dan mengajak orang lain memberi makan orang miskin. Padahal, memberi makan orang miskin dan juga mengajak orang lain memberi makan orang miskin itu banyak disebut dalam Al Quran.

Tentu ayat mendustakan agama sangat kita hapal. Siapakah orang yang mendustakan agama? Yaitu mereka yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.

Dalam surat Al Mudatsir pun kita diceritakan bagaimana orang dimasukkan dalam neraka saqr. Yaitu orang yang selama di dunia tidak mengerjakan shalat dan tidak memberi makan orang miskin.

Jadi, kapankah terakhir kita memberi makan orang miskin?

Melalui tulisan ini saya mengajak diri saya dan pembaca sekalian untuk keluarkan sedikit dari harta kita pada hari ini untuk memberi makan orang yang miskin. Begitu pula esok. Selanjutnya lusa. Sampai akhirnya kita bisa istiqamah sepertimana Sayidatina Aisyah yang istiqomah tiap hari sedekah meskipun hanya separuh biji kurma.



"Kalau kita jemu makan makanan yang selalu dimakan, tidak mengapa. Tapi jangan jemu membuat kebaikan, karena selalu membuatnya.

Wednesday, August 13, 2014

Bersihkan isi perut ikan sebelum dikukus ya

Setelah mendapat protes dari kawan2 karena beli tongkol pindang dari pasar (yg katanya dikukusnya beserta isi perut), akhirnya beli tongkol fresh dan dikukus sendiri. Akhirnya bisa menikmati kembali balado tongkol pindang yang lezat itu tanpa diprotes dan tanpa was-was.

Note: isi perut yg belum dibersihkan sebelum proses pengukusan akan menyebabkan kotorannya yang najis meresap di daging ikan. Saya belum nemu fatwa yg jelas mengenai hal ini, tapi rasanya berhati-hati lebih utama. Dan lagipula, bayangin ikannya dikukus beserta isi perutnya ya jadi gimana gitu...hehehe


Tuesday, August 12, 2014

Renungan Syawal dan Resume Laporan

Ramadhan telah berlalu. Sedih mengenang Ramadhan yang berlalu tanpa diisi dengan amal terbaik lahir maupun batin. Terutamanya amal batin yang banyak abai, cuai, dan lalai. Apalah arti amal lahir bila batinnya hampa. Bukankah Allah hanya melihat apa yang ada di hati kita, bukan semata amal lahiriah kita? Ya...apa manfaat shalat berpuluh rakaat bila tiada khusyu. Hanya letih didapat. Apa guna puasa bila tuntutan2 batiniahnya di lalaikan? Hanya dapat lapar dan dahaga bukan?

Mohon ampun ya Allah...

Tapi kita tidak boleh putus asa. Allah larang kita berputus asa dari rahmat Allah. Mulai baiki dengan mengasah hati untuk senantiasa berhubungan dengan Allah. Mulai dengan bercakap-cakap dengan Allah. Mengenai bercakap-cakap dengan Allah ini, next posting saya buat catatannya. Sekarang saya mau buat laporan soal program amal Cafe Ikhwan sepanjang Ramadhan.

Alhamdulillah... bulan Ramadhan 1435H tercatat 33 kawan yang memberikan sumbangannya melalui Cafe Ikhwan total senilai Rp. 14.525.000,-.

Karena ada yang transfer Rp. 575.000,- menjelang mahrib hari terakhir Ramadhan, total yang tersalurkan selama bulan Ramadhan senilai Rp. 13.950.000,- . Yang belum tersalurkan, selama bulan syawal ini digunakan untuk memberi makan kaum dhuafa yang ada dibawah naungan Rumah Amal Kasih Murni Sentul City.

Penyaluran meliputi:

1. Masjid kompleks Perumahan Sawangan Regency Depok
2. Masjid Kompleks Taman Victoria Sentul City
3. Masjid Bani Suarti Usman Babakan Madang Kab. Bogor
4. Masjid kampung Citaringgul depan ruko plaza Niaga.
4. Anak-anak yatim dibawah koordinasi Ibu Latifah
5. Kaum dhuafa di bawah naungan Rumah Amal Kasih Murni Sentul City
6. Kaum dhuafa dibawah naungan Rumah Amal Agama Islam Cilegon
7. Kaum dhuafa dibawah naungan Rumah Amal Cahaya Keajaiban Sidoarjo

Alhamdulillah...moga segala amal kawan2 diterima Allah dan dicucuri keberkahan dalam hidup.

Selepas Ramadhan, bila ingin mentraktir kaum dhuafa silahkan kontek2 saya ya :) Kalau nraktir temen di mall, 100rb paling bisa ntraktir 2-3 orang. Lewat Cafe Ikhwan, bisa ntraktir kaum dhuafa 10 orang, kenyang dan bergizi pula :))



Sedikit tips:

Sedekah lebih tajam dari doa. Bila ada hajat, ada kesulitan, ada masalah, coba lebihkan sedekah. Insya Allah dimudahkan :)

Sunday, August 3, 2014

Ayam Kampung Bacem masak Tumis Cabe Hijau

Ayam kampung yg dibacem sisa hidangan lebaran masih tersisa di kulkas. Mau digoreng udah bosan. Cek isi kulkas ternyata ada cabai hijau.

Tara...jadilah hidangan yang agak lain ini.


Saturday, August 2, 2014

Merica dan Cincau

Saya jenis kurang telaten dalam mengurus tanaman. Waktu itu, pak ahmad kustoyo sempat membuat kebun mini memanfaatkan ruang2 kosong di plaza niaga 2. Cabe, terong, melon ditanamnya. Hasilnya gagal total. Tanaman yg ditanam perlu telaten dirawat. Melihat kegagalan pak ahmad, saya sempat berpikir tanaman apa yang bisa ditanam menghijaukan kompleks perniagaan dan yayasan pendidikan Global Ikhwan. Tanaman yang minim perawatan tapi banyak manfaatnya.

Aha....

Merica dan cincau nampaknya cocok.

Merica 

Merica

Cincau