Manusia adalah Hamba Allah. Tiada seorang muslim memungkiri hakikat ini.Setidaknya dari pengakuannya ketika melafadzkan syahadat. Dia akui Allah adalah Tuhannya.
Namun, manusia banyak lupa dan lalai dengan statusnya sebagai hamba. Padahal, bila manusia lalai dengan statusnya sebagai hamba, maka manusia akan menuhankan nafsunya. Bila nafsu sudah menjadi Tuhan, maka berbagai kejahatan akan dibuatnya. Bila tak bertaubat, neraka adalah tempat kembali nya, na'udzubillah min dzalik.
Maha baik Tuhan, untuk menyelamatkan hamba2 yang lalai dari statusnya sebagai hamba Maka Tuhan datangkan berbagai bentuk ujian dan bencana supaya manusia ingat kembali statusnya sebagai hamba.
Firman Allah:
(Al-Baqarah):155 - Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah):156 - (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".
(Al-Baqarah):157 - Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.
Ya.... orang yang kembali ingat status dirinya adalah hamba, itulah orang yang mendapat berkat, rahmat dan petunjuk. Sungguh ajaib orang seperti itu di akhir zaman.
Nah, saya sebenarnya hendak sedikit berbagi cerita orang yang ajaib itu.
Semalam beliau bertanya, mengapa Jakarta banjir?
Adalah kawan yang menjawab: "karena hujan di bogor, air banyak datang dari bogor".
99,99% orang di zaman ini akan setuju dengan jawaban kawan saya itu. Saya pun setuju. Logik jawaban itu.
Mungkin sebagian kita akan menambahkan, "fasilitas penyerapan air kurang, tempat parkir air kurang, dan jawaban sejenis"
Begitulah rusaknya akidah orang akhir zaman. Rasa hamba telah tercabut dari dalam jiwa. Hinggalah akal dipuja dan dijadikan tempat merujuk.
Padahal, mengapa Tuhan sampai datangkan banjir? Siapa yang turunkan hujan di bogor? Siapa yang menaikkan pasang air laut sehingga air hujan tidak dapat pergi ke laut?
Bukankah Tuhan yang turunkan hujan?
Mengapa hati kita sampai begitu lalai dengan Tuhan? Mengapa rasa sebagai hamba Tuhan yang lemah, berdosa, kerdil, tak mampu, semua itu tercabut dari hati kita?
Mengapa kita jadi berpikir dan merasa curah hujan yang tinggi di bogor yang bertanggungjawab. Mengapa kita pikir kapasitas situ/tasik/danau/empang yang kurang menjadi sebab? Mengapa tidak terpikir bahwa banjir adalah ingatan Tuhan agar kita merasa hamba?
Padahal, tertusuk duri pun ada kaitannya dengan dosa, lagilah ini banjir yang begitu menyusahkan.
Rupanya sudah begitu jauh Tuhan dari hati kita. Sehari shalat 5 waktu menyebut namaNYA tapi dalam kelalaian. Selepas salam langsung tiada kesan bahwa kita adalah hamba Tuhan yang segala2nya tidak bisa lepas dari Tuhan. Sampai2 banjir yang sangat menyusahkan itu pun kita tidak menginsyafkan kita untuk merasakan Kuasa Tuhan dan sekaligus merasa diri kita hamba yang lemah.
Moga... kedatangan beliau membawa keberkatan. Membawa hati2 kita ingat kembali siapa Tuhan kita.
No comments:
Post a Comment