Wednesday, March 18, 2015

Hidayah Yang Tercabut

Judulnya mirip judul sinetron, "Hidayah Yang Tercabut". Itulah perkara beberapa hari ini yang cukup menyita pikiran dan perasaan saya. Ini bermula dari ulasan Tuan Rasyidi ketika mengulas kisah Al Walid bin Mughirah. Saya sudah berulang kali sebenarnya membaca kisah Al Walib bin Mughirah ini. Namun, baru setelah diungkai oleh Tuan Rasyidi barulah saya menangkap hikmah besar tersebut.

Sebenarnya selain Al Walid bin Mughirah, ada juga kisah mengenai tercabutnya hidayah ini yang dialami oleh Uqbah bin Abi Mu’ayyith, bisa dibaca di Kisah Uqbah bin Abi Mu’ayyith (1) dan Kisah Uqbah bin Abi Mu’ayyith (2). 



Al Walid bin Mughirah ini kan pembesar Qurays, ahli syair, dan termasuk orang yang bijak dikalangan Qurays. Ketika itu dia ditugaskan untuk berdialog dengan Rasulullah saw. Saat berdialog tersebut, hidayah Allah campakkan dalam hatinya. Dia mengakui bahwa apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah kebenaran dari Tuhan. Bahkan dia sempat mencoba mempengaruhi pembesar Qurays lain bahwa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah kebenaran. Namun, adanya kepentingan dalam hatinya, dia takut kehilangan pengaruh dan kekuasaannya di kalangan Qurays, maka dia memilih untuk menghina Rasulullah saw dan secara resmi memberi label tukang sihir kepada Baginda Rasulullah saw. Karena itulah Tuhan cabut hidayah dari dalam hatinya.

Kalau dalam kasus Uqbah bin Abi Muayyit, dia bahkan sempat mengucap dua kalimat syahadat. Tapi karena dia takut kehilangan kawan baiknya, dia memilih menentang kebenaran yang sudah dia akui.

Di saat saya sedang menulis perkara ini pun, tiba-tiba ada pesan yang masuk ke inbox saya.

Pakdhe, Aku mau curhat, bagaimana cara kasih tahu temen deket kita muslim yg kok saya liat dia malah menjelek-jelek kan muslim.

saya hanya merespon: doakan...doakan secara khusus. Beliau orang yang cukup banyak berjasa pada kita. Semoga, Tuhan ampunkan.

Saya tutup catatan saya ini dengan mengambil satu pengajaran dari Kisah Sayidina Abu Dzar Al Ghifari. Poin penting dalam kisah islamnya sayidina Abu dzar adalah begitu dapat hidayah, dia bersungguh-sungguh untuk mencari pimpinan. Walaupun untuk itu dia terpaksa TIDAK MAKAN SELAMA 18 HARI. Sengaja saya tulis besar karena itulah dasyatnya pengorbanan Sayidina Abu Dzar. Sanggup beliau tidak makan selama 18 hari hanya demi mendapatkan pimpinan dari Baginda Nabi Muhammad saw. Apakah Rasulullah saw tidak tahu Sayidina Abu Dzar ngak makan? Apakah Rasulullah saw sebegitu tega? Itulah KEAJAIBAN. Kebenaran itu mahal. Bayarannya mahal. Ketika kebenaran dari Tuhan dipegang erat, Tuhan Yang Maha Ajaib itu pun melakukan keajaiban. Hanya dengan minum air zam-zam, Sayidina Abu Dzar kenyang selama 18 hari di Mekah. Allahu Akbar.

Hidayah ini adalah perasaan yang Tuhan campakkan ke dalam hati manusia untuk menerima kebenaran, dorongan untuk berbuat baik. Dapat hidayah saja tidak cukup. Perlu mendapat Taufik juga. Taufik itu bermaksud, penerimaan terhadap kebenaran dan dorongan untuk berbuat baik tersebut dapat DIIMPLEMENTASIKAN dengan tepat sesuai kehendak Tuhan Pemilik Kebenaran. Karena itulah begitu dapat hidayah Sayidina Abu Dzar berusaha sungguh-sungguh untuk dapat juga Taufiq.

Jadi, kalau menutup majlis, ucapkan "wabilllahi hidayah wat taufiq" bukan "wabillahi taufik wal hidayah" soalnya Hidayah dulu baru Taufiq :)

********************************************

Setelah mengulas mengenai kisah Al Walid bin Mughirah, paginya Tuan Rasyidi mengingatkan sebuah sajak hikmah dari Abuya Ashaari At Tamimi:

Jagalah Hidayah atau Petunjuk Dari Tuhan

Hidayah atau petunjuk adalah di tangan Tuhan
Manusia boleh mengusahakan.
Bahkan wajib manusia berusaha mendapatkan hidayah dari Tuhan
Karena hidayah itu mahal nilainya
Tidak semua orang berhasil mendapatkannya

Mungkin setiap seratus ribu, seorang yang menemukan
Bahkan setengah orang, sudah dapat pun boleh hilang
Hidayah ini sama ada belum dapat atau sudah dapat kemudian hilang.

Di waktu itu Allah Taala melihatkan kekuasaan-Nya
di depan mata sekalipun, dia tidak mengambil pengajaran.
Kebesaran Tuhan terjadi, dia pandang biasa,
Khawariqul ‘adah berlaku begitu terserlah tanpa logik, dikatakan itu kebetulan.

Berbagai-bagai peristiwa dan tragedi berlaku.
Itu bencana alam, perkara banjir, biasalah !!!.
Setengah orang rasa tersinggung jika dikaitkan dengan Tuhan

Hatinya sakit jika dibabitkan dengan Tuhan

Bahkan orang yang pernah mendapat petunjuk, sudah tidak mampu mentafsirkan.
Seolah-olah mereka kehilangan pegangan atau pedoman.
Tersesat jalan tidak tahu tujuan.

Kehidupan mereka lebih teruk daripada sebelumnya
Seolah-olah tidak pernah bertemu dengan lampu suluh kehidupan.

Rupanya orang yang pernah mendapat cahaya, bila kehilangan cahaya, lebih teruk daripada orang buta.
Atau lebih gelap lagi daripada orang yang tidak pernah mendapat cahaya.

Jagalah petunjuk atau hidayah dari Tuhan
Hargailah dan syukurilah dan suburkanlah
Karena jika Tuhan marah, ditariknya semula.

Kita lebih tersesat daripada orang yang sudah tersesat,
Kita lebih buta daripada orang yang sudah buta,
Kita lebih bergelap daripada orang yang telah bergelap.

 





No comments:

Post a Comment